Senin, 23 Agustus 2010

DATA JUMLAH PENDUDUK KECAMATAN MANDIRANCAN TAHUN 2010


Data Kecamatan
A. Batas-batas Kecamatan
Sebelah Utara : Kec. Sumber Kab. Cirebon
Sebelah Timur : Kec. Pancalang Kab. Kuningan
Sebelah Selatan : Kec.Cilimus Kab. Kuningan
Sebelah Barat : Kec. Pasawahan Kab. Kuningan

B.. Luas Wilayah : 2.563.082 Ha


C. Jumlah Penduduk : 24.274 Jiwa
No. Desa Jumlah
1. Mandirancan 3.003
2. Sukasari 1.903
3. Seda 2.460
4. Cirea 2.061
5. Nanggela 2.966
6. Nanggerang Jaya 547
7. Kertawinagun 2.671
8. Randobawailir 3.877
9. Salakadomas 599
10. Pakembangan 1.662
11. Randobawagirang 1.454
12. Trijaya 1.041

Total
24.274

Senin, 09 Agustus 2010

PEMERINTAHAN DESA MANDIRANCAN

PEMERINTAHAN

Semenjak ratusan tahun yang telah lalu setelah dikenal embah kuwu cirebon, maka didirikan desa mandirancan ± abad ke XVI, dan pernah juga seorang sultan Cirebon yang mensunting mojang desa mandirancan, dan sampai sekarang mandirancan ada yang menyebutnya cirebon tua dan pada saat-saat tertentu pemerintah Cirebon akan pindah ke Desa Mandirancan walaupun hanya sebentar saja.

Sejak berdirinya Desa Mandirancan telah berganti-ganti pula beberapa puluh kepla desa/kuwu, diantaranya yang dapat terinventarisir yaitu :

1. Buyut Masuged kuwu/kepala desa tahun 1778

2. Buyut Mastani Kuwu/kepala desa tahun 1778-1803

3. Buyut Undaus Kuwu/kepala desa tahun 1803-1825

4. Buyut layaman Kuwu/kepala desa tahun 1825-1853

5. Buyut Akrab Kuwu/kepala desa tahun 1853-1875

6. Buyut Lembu Kuwu/kepala desa tahun 1875-1904

7. Bapak Tijah Arkat Kuwu/kepala desa tahun 1904-1908

8. Bapak Cakrawijaya Kuwu/kepala desa tahun 1908-1916

9. Bapak Tirtadinata Kuwu/kepala desa tahun 1916-1929

10. Bapak Partadimaja Kuwu/kepala desa tahun 1929-1952

11. Bapak H.Moh.Taslim Kuwu/kepala desa tahun 1952-1967

12. Bapak UU Mashuri Kuwu/kepala desa tahun 1979-1989

13. Ibu Syamsiah amin Kuwu/kepala desa tahun 1989-1999

14. Bapak Ujang Parsudi Kuwu/kepala desa tahun 1999-2007

15. Bapak Ujang Parsudi Kuwu/kepala desa tahun 2007-sdskrang

Desa Mandirancan mempunyai beberapa orang orang petugas desa yang disebut Pamong Desa, diantaranya disebut : KAUR (kepala urusan) seperti : Petugas keamanan, petugas pertanian, petugas kesehatan/kesejahteraan dll. Juru Tulis desa, Khatib Desa, Raksa Bumi, Kepala Polisi desa . petugas-petugas desa diberi upah dari hak tanah pakai yang disebut bengkok, besar kecilnya ditentukan berdasarkan bislitnya masing-masing. Kepala Desa dan Juru tulis bislit dari Bupati dengan restu Gubernur, para pamong lainnya bislitnya dari Camat dengan izin/restu dari Bupati.

IDIOLOGI MASYARAKAT DAN KEADAAN WILAYAH IDIOLOGI MASYARAKAT

IDIOLOGI MASYARAKAT DAN KEADAAN WILAYAH

IDIOLOGI MASYARAKAT

Ideologi masyarakat mandirancan yaitu pancasila. Dalam hasil pemilihan umum tahun 1955-1956 ada beberapa partai, diantarany Masyumi, PNI dan PKI. Dalam pemilihan umum tahun 1971 diantaranya Golkar, NU, PSII, dan PNI. Dalam pemilihan umum 1977-1982 ada tiga konyestan yaitu, Golkar, PPP dan PDI

KEADAAN WILAYAH

Desa mandirancan adalah sebuah desa yang dijadikan ibu kota kecamatan sejak tahun 1916, yang sebelumnya adalah kota kewedanan wilayah afdeling kabupaten cirebon.

Masyarakat Desa melaksanakan Demokrasi sejak peraturan penjajahan yang disebut IGO, dan kepala desa dipilih langsung serta segala sesuatunya berpijak kepada asaz demokrasi musyawarah untuk mufakat.

Untuk realisasi haltersebut ada beberapa lembaga yang telah melekat dan membudaya, yang berdiri sejak jaman jepang diantaranya : RT (Rukun Tetangga) dan RW (Rukun Warga)

Desa Mandirancan mempunyai lima Blok, diantara lain sebagai berikut :

1. Blok manis terdiri dari = 6 Rt

2. Blok pahing terdiri dari = 3 Rt

3. Blok pon terdiri dari = 4 Rt

4. Blok Wage terdiri dari = 4 Rt

5. Blok Kaliwon terdiri dari = 3 Rt

Adapun batas-batas desa mandirancan sebagai berikut :

1. Sebelah Utara Yaitu desa Nanggela

2. Sebelah selatan yaitu desa nanggerang jaya

3. Sebelah barat yaitu desa Sukasari

4. Sebelah timur yaitu desa Raja wetan

Penduduk desa mandirancan 100% islam.

ARTI LAMBANG DESA MANDIRANCAN


Desa Mandirancan mempunyai lambang desa yang tengah-tengahnya tegak sebuah keris bersarung, suatu simbol bahwa didesa ada sebuah keris pusaka turun-temurun yang dipegang dan disimpan oleh siapa saja yang menjabat terpilih menjadi kepala desa. Ada kemungkinan hal ini pengaruh dari cirebon karena perkakas asli sunda yaitu Kujang.

Diatas keris terletak sebuah bintang bersudut lima dengan warna hijau simbol Pancasila, dibawahnya lima garis besar-besar warna merah, simbol desa terdiri lima buah blok. Dibawah garis terbentang sebuah gunung ciremai berwarna biru simbol bahwa desa mandirancan ada lembah gunung ciremai dan menggambarkan mental masyarakat desa dalam melaksanakan tugas kuat, pengkuh laksana gunung.

Disamping kiri dan kanannya diapit dengan tangkai padi berbuah 17 buah, ini merupakan simbol bahwa desa Mandirancan dipimpin oleh 17 orang petugas desa.

Dibawah gunung ciremai membentang sebuah pita warna putih dengan tulisan kalimat “Sirna Baya”.

Lukisan-lukisan tersebut dilingkari dengan garis bersudut lima sebelah atas garis lurus dasar pinggir kanan kiri dan kanan garis lurus kebawah.

Sesepuh (karuhun dalam bahasa sunda) seperti Buyut Tumenggang Kuning, Buyut Tanjung Kemuning, Buyut Sabuk Halu, Buyut Gugur Panadah, Buyut Karti, Buyut Lurah, dan lain-lainnya sampai sekarang ada kuburannya. Tempat kediamannya sampai sekarang menjadi tempat yang sangat kosong yaitu Hulu Dayeuh Blok Wage.

ASAL USUL DESA MANDIRANCAN

Beradasarkan keterangan-keterangan dari sesepuh desa bahwa desa mandirancan berasal dari kata mandi (matih, ampuh) dan rancan (rencana) ada pula yang berpendapat bahwa mandi ( kolam tempat mandi)

Jadi mandirancan berarti :

- Desa yang mempunyai rencana yang matih/ ampuh dan dapat dilaksanakan dengan baik

- Kolam tempat mandi yang matih untuk kekebalan/kesaktian

Kedua perktaan tersebut mendekati kebenaran dengan alasan sebagi berikut :

Pendapat pertama

1. Semenjak desa mandirancan berdiri semua orang yang bermaksud jahat terhadap masyarakat / penduduk desa selalu mengalami kegagalan.

2. Tiap-tiap pencuri yang melakuakn pencurian didesa mandirancan akhirnya tertyangkap juga.

Kalau tidak tertangkap ia mengalami kegagalan (apes bahasa sunda)

Keterangan tersebut juga dibuktikan yaitu ketika aksi polisi belanda ke I-II tahun 1947-1949, desa mandirancan diduduki oleh markas belanda dan merupakan pos aliran air ledeng dari desa paniis ke kota cirebon.

Pada saat itu penduduk umumnya ada di pihak gerilyawan, berulang ulang markas belanda yang berada di desa mandirancan di serang oleh oihak gerilyawan,namun tidak membawa hasil . pernah terjadi peluru granat yang di lemparkan didepan markas tersebut tidak meledak, peluru mortir yang jatuh di salah satu rumahpun tidak meledak. Sebelum renfil serangan pihak gerilyawan tidak membawakan hasil karena kedua belah pihak gerilyawan tidur di kebun-kebun pinggir desa.

Sebelum Cease Fire tahun 949, gerilyawan secara serentak melakukan serangan fajar, tetapi tidak berhasil.

Pada tahun 1956 di Mandirancan ada yang bertugas satu Kompi Mobrig Jon 5118 bertempat di balai desa pernah mengalami serangan dari gerombolan DI Kartosuwiryo, mereka menyerang dari sebelah timur ± jarak 10 meter, inipun menemui kegagalan, dan pada tahun 1959 gerombolan DI Kartosuwiryo mengalami kehancuran.

Adapumn Rancan yang artinya Rencana menurut keterangan dari orang tua bagi segala rencana dapat di laksanakan dengan baik.

Pendapat kedua

Mandi yaitu tempat mandi di kampung cibarong blok pon desa mandirancan disana terdapat mata air yang jernih yang sampai sekarang rami di pakai tempat mandi oleh masyarakat setempat.

Kata rancana brasal dari kata ranca yang artinya rawa. Kemungkinan dahulu pernah ada orang yang telah mandi diranca, akhirnya kalimat tersebut sampai sekarang menjadi nama desa.

Menurut keterangan orang tua dahulu banyak ahli tarak (tapa), karena biasa (adat) main ujungan. Ahli-ahli tersebut melakuakan mandi di malam hari untuk menambah kekebalan dan kekuatannya/kesaktiannya. Tempat-tempat mandi yaitu yang digunakan yaitu di 7 (tujuh) muara yang ada di desa dan di luar desa.

Berdasarkan penghuni desa yang pertama, yang mula-mula membuat saluran-saluran air, jalan-jalan desa dan sebagainya yaitu :

Buyut Neke dengan Buyut Dukuh.

Akhirnya datang pula pendatang dari luar desa, yaitu dari daerah cirebon yaitu Buyut Tumenggung Kuning yang bergelar tunggal Kadu yang kemudian menjadi mantu Buyut Neke. Dari pernikahannya melahirkan buyut tanjung kemuning, dan karena kesaktiannya maka ia mendapat gelar Buyut Sirnabaya, dan Buyut Sirnabaya itu mempunyai seorang pembantu laki laki dari luar desa (sindang laut) yang samapi sekarang di sebut Buyut Lurah (panakawan-bhsa jawa), nama buyut lurah mashur sampai sekarang sehingga kuburannya dipelihara dengan baik.

Menururt keterangan bahwa buyut lurah pernah diutus puraga (piket) ke mataram,dan pada jaman sultan agung ia pernah di suruh mengambil air, air tersebut diambil dengan dipikul memakipikulan cerangka rumput. Karena kesaktiannya ia di suruh pulang ke Mandirancan dengan membawa tanda jasa.

Selain Buyut Lurah ada lagi orang yang dianggap kuat diantaranya :

- Buyut sabuk Halu

- Buyut gugur panadah

- Buyut Karti

- Buyut sajidin dll.

Buyut sirnabaya mempunyai seorang gadis yang cantik, dan karena kecantikannya itu ia mempunyai mantu Sultan Cirebon. Di desa Mandirancan di buatnya sebidang kebun yang sampai sekarang disebut kebon Dalem yang terletak disebelah Timur desa, dan sebidang tanah yang dijadikan patamanan dalem seluas 1 Ha, tanah tersebut sampai sekarang disebut “Patoman” yang terletak disebelah Tenggara desa.

Dari pernikahan putri sirnabaya dengan sultan Cirebon tersebut desa Mandirancan menjadi mashur dan mendapat julukan Cirebon tua, dan ada kemungkinan dinamakan Cirebon tua karena saat itu terjadi (ada sebuah nangka) yang masak jatuh ke sebuah sumur, dan nangka tersebut tidak dapat dipotong dengan pisau atau golok. Nangka tersebut oleh para penguasa setepat diserahkan kepada Dalem Cirebon.

Sumur itu disebut sumur kejayaan atau sumur bandung yang sekarang tertutup dengan sebuah batu. Sumur tersebut dapat terbuka dengan sendirinya bagi orang yang kewenean (bahasa sunda). Sumur itu terletak di pinggir sungai cipager.

Pada tahun ± 1961 Batalyon 325 bertugas di desa Mandirancan, pernah ada seorang prajurit berpangkat Kopral namanya itu Bapak Sadja, ia dengan disertai oleh seorang pemuda desa pada suatu malam berkunjung ketempat tersebut, pada malam itu pula ia melihat 3 buah batu ali, diantaranya: merah delima, djamrud dan jaman.

Batu-batu tersebut dengan mudah diangkat dengan maksud tidak akan memilikinya, kalau batu itu ingin dimilikinya, maka batu ali tersebut tidak terangkat. Sebelum batu-batu tersebut terangkat terlebih dahulu muncul godaan-godaan yang bermacam-macam ririwa (memedi dalam bahasa jawa).

Menurut keterangan orang tua bahwa besok lusa desa Mandirancan akan dijadikan tempat kegiatan pemerintahannya. Keterangan tersebut terbukti pada tahun 1941 jaman bala tentara Dai Nipon mendarat, saat itu masyarakat kota Cirebon dipimpin oleh L.B.D mengungsi ke desa Mandirancan, juga terjadinya pemerintahan Inspektur wilayah III Cirebon, jawatan-jawatan perusahaan negara, lembaga Nifo keresidenan Cirebon melakukan kegiatan-kegiatan pemerintahannya di desa Mandirancan selama ± 1 bulan, yaitu pada bulan Oktober-November 1969, ketika adanya Fiel test Gala Yuda Angkatan Darat, dan desa Mandirancan dijadikan daerah pangkalan pemerintahan Inspektur wilayah III Cirebon.

Pada saat itu masyarakat desa ikut aktif melaksanakan “perata” (perang rakyat semesta) yang disaksikan oleh para tamu dari luar dan dalam negeri.

Dengan terbuktinya keterangan-keterangan yang biasa diceritakan oleh orang-orang tua, maka warga masyarakat desa semakin cinta terhadap desa yang merupakan tumpah darahnya.

Karena jasa-jasa buyut Sirnabaya, masyarakat desa membentuk satu kesatuan olah raga dan kesatuan siswa dengan memakai nama sirnabaya, yaitu:

- Olahraga desa Mandirancan “Sirna Baya”

- Ikatan Pelajar Mandirancan “Sirna Baya”Beradasarkan keterangan-keterangan dari sesepuh desa bahwa desa mandirancan berasala dari kata mandi (matih, ampuh

Jadi mandirancan berarti :

- Desa yang mempunyai rencana yang matih/ ampuh dan dapat dilaksanakan dengan baik

- Kolam tempat mandi yang matih untuk kekebalan/kesaktian

Kedua perktaan tersebut mendekati kebenaran dengan alasan sebagi berikut :

Pendapat pertama

1. Semenjak desa mandirancan berdiri semua orang yang bermaksud jahat terhadap masyarakat / penduduk desa selalu mengalami kegagalan.

2. Tiap-tiap pencuri yang melakuakn pencurian didesa mandirancan akhirnya tertyangkap juga.

Kalau tidak tertangkap ia mengalami kegagalan (apes bahasa sunda)

Keterangan tersebut juga dibuktikan yaitu ketika aksi polisi belanda ke I-II tahun 1947-1949, desa mandirancan diduduki oleh markas belanda dan merupakan pos aliran air ledeng dari desa paniis ke kota cirebon.

Pada saat itu penduduk umumnya ada di pihak gerilyawan, berulang ulang markas belanda yang berada di desa mandirancan di serang oleh oihak gerilyawan,namun tidak membawa hasil . pernah terjadi peluru granat yang di lemparkan didepan markas tersebut tidak meledak, peluru mortir yang jatuh di salah satu rumahpun tidak meledak. Sebelum renfil serangan pihak gerilyawan tidak membawakan hasil karena kedua belah pihak gerilyawan tidur di kebun-kebun pinggir desa.

Sebelum Cease Fire tahun 949, gerilyawan secara serentak melakukan serangan fajar, tetapi tidak berhasil.

Pada tahun 1956 di Mandirancan ada yang bertugas satu Kompi Mobrig Jon 5118 bertempat di balai desa pernah mengalami serangan dari gerombolan DI Kartosuwiryo, mereka menyerang dari sebelah timur ± jarak 10 meter, inipun menemui kegagalan, dan pada tahun 1959 gerombolan DI Kartosuwiryo mengalami kehancuran.

Adapumn Rancan yang artinya Rencana menurut keterangan dari orang tua bagi segala rencana dapat di laksanakan dengan baik.

Pendapat kedua

Mandi yaitu tempat mandi di kampung cibarong blok pon desa mandirancan disana terdapat mata air yang jernih yang sampai sekarang rami di pakai tempat mandi oleh masyarakat setempat.

Kata rancana brasal dari kata ranca yang artinya rawa. Kemungkinan dahulu pernah ada orang yang telah mandi diranca, akhirnya kalimat tersebut sampai sekarang menjadi nama desa.

Menurut keterangan orang tua dahulu banyak ahli tarak (tapa), karena biasa (adat) main ujungan. Ahli-ahli tersebut melakuakan mandi di malam hari untuk menambah kekebalan dan kekuatannya/kesaktiannya. Tempat-tempat mandi yaitu yang digunakan yaitu di 7 (tujuh) muara yang ada di desa dan di luar desa.

Berdasarkan penghuni desa yang pertama, yang mula-mula membuat saluran-saluran air, jalan-jalan desa dan sebagainya yaitu :

Buyut Neke dengan Buyut Dukuh.

Akhirnya datang pula pendatang dari luar desa, yaitu dari daerah cirebon yaitu Buyut Tumenggung Kuning yang bergelar tunggal Kadu yang kemudian menjadi mantu Buyut Neke. Dari pernikahannya melahirkan buyut tanjung kemuning, dan karena kesaktiannya maka ia mendapat gelar Buyut Sirnabaya, dan Buyut Sirnabaya itu mempunyai seorang pembantu laki laki dari luar desa (sindang laut) yang samapi sekarang di sebut Buyut Lurah (panakawan-bhsa jawa), nama buyut lurah mashur sampai sekarang sehingga kuburannya dipelihara dengan baik.

Menururt keterangan bahwa buyut lurah pernah diutus puraga (piket) ke mataram,dan pada jaman sultan agung ia pernah di suruh mengambil air, air tersebut diambil dengan dipikul memakipikulan cerangka rumput. Karena kesaktiannya ia di suruh pulang ke Mandirancan dengan membawa tanda jasa.

Selain Buyut Lurah ada lagi orang yang dianggap kuat diantaranya :

- Buyut sabuk Halu

- Buyut gugur panadah

- Buyut Karti

- Buyut sajidin dll.

Buyut sirnabaya mempunyai seorang gadis yang cantik, dan karena kecantikannya itu ia mempunyai mantu Sultan Cirebon. Di desa Mandirancan di buatnya sebidang kebun yang sampai sekarang disebut kebon Dalem yang terletak disebelah Timur desa, dan sebidang tanah yang dijadikan patamanan dalem seluas 1 Ha, tanah tersebut sampai sekarang disebut “Patoman” yang terletak disebelah Tenggara desa.

Dari pernikahan putri sirnabaya dengan sultan Cirebon tersebut desa Mandirancan menjadi mashur dan mendapat julukan Cirebon tua, dan ada kemungkinan dinamakan Cirebon tua karena saat itu terjadi (ada sebuah nangka) yang masak jatuh ke sebuah sumur, dan nangka tersebut tidak dapat dipotong dengan pisau atau golok. Nangka tersebut oleh para penguasa setepat diserahkan kepada Dalem Cirebon.

Sumur itu disebut sumur kejayaan atau sumur bandung yang sekarang tertutup dengan sebuah batu. Sumur tersebut dapat terbuka dengan sendirinya bagi orang yang kewenean (bahasa sunda). Sumur itu terletak di pinggir sungai cipager.

Pada tahun ± 1961 Batalyon 325 bertugas di desa Mandirancan, pernah ada seorang prajurit berpangkat Kopral namanya itu Bapak Sadja, ia dengan disertai oleh seorang pemuda desa pada suatu malam berkunjung ketempat tersebut, pada malam itu pula ia melihat 3 buah batu ali, diantaranya: merah delima, djamrud dan jaman.

Batu-batu tersebut dengan mudah diangkat dengan maksud tidak akan memilikinya, kalau batu itu ingin dimilikinya, maka batu ali tersebut tidak terangkat. Sebelum batu-batu tersebut terangkat terlebih dahulu muncul godaan-godaan yang bermacam-macam ririwa (memedi dalam bahasa jawa).

Menurut keterangan orang tua bahwa besok lusa desa Mandirancan akan dijadikan tempat kegiatan pemerintahannya. Keterangan tersebut terbukti pada tahun 1941 jaman bala tentara Dai Nipon mendarat, saat itu masyarakat kota Cirebon dipimpin oleh L.B.D mengungsi ke desa Mandirancan, juga terjadinya pemerintahan Inspektur wilayah III Cirebon, jawatan-jawatan perusahaan negara, lembaga Nifo keresidenan Cirebon melakukan kegiatan-kegiatan pemerintahannya di desa Mandirancan selama ± 1 bulan, yaitu pada bulan Oktober-November 1969, ketika adanya Fiel test Gala Yuda Angkatan Darat, dan desa Mandirancan dijadikan daerah pangkalan pemerintahan Inspektur wilayah III Cirebon.

Pada saat itu masyarakat desa ikut aktif melaksanakan “perata” (perang rakyat semesta) yang disaksikan oleh para tamu dari luar dan dalam negeri.

Dengan terbuktinya keterangan-keterangan yang biasa diceritakan oleh orang-orang tua, maka warga masyarakat desa semakin cinta terhadap desa yang merupakan tumpah darahnya.

Karena jasa-jasa buyut Sirnabaya, masyarakat desa membentuk satu kesatuan olah raga dan kesatuan siswa dengan memakai nama sirnabaya, yaitu:

- Olahraga desa Mandirancan “Sirna Baya”

- Ikatan Pelajar Mandirancan “Sirna Baya”

LETAK GEOGRAFIS DESA MANDIRANCAN


1. Luas Desa : 207,320 Ha

2. Keadaan tanah : 1) Titi Sara : 4,485 Ha

2) Hak Pakai Desa : 38,180 Ha

3) Milik Sikep : 60,750 Ha

4) Yasa Milik Rakyat : 48,800 Ha

5) Pekarangan : 25,610 Ha

6) Kebun Luar Desa : 15,435 Ha

7) Kuburan : 2,500 Ha

8) Alun-alun : 0,500 Ha

9) Pemerintah : 3,500 Ha

10) Kramat : 0,800 Ha

11) Wakaf : 0,300 Ha

12) Pelepasan : 9,710 Ha

13) Lain-lain : 6,750 Ha

Jumlah : 207,320 Ha

3. Batas-batas wilayah

Sebelah Utara : Desa Nanggela

Sebelah Selatan : Desa Nanggerang Jaya

Sebelah Barat : Desa Sukasari

Sebelah Timur : Desa Tajurbuntu/Rajawetan

4. Letak ketinggian dari permukaan laut 200 m

5. Pengairan : mata air jernih, kolam, sumur

6. Sungai : sungai cipager, cijontor, cipakaleran

7. Curah hujan : 258 mm

8. Ternak : kerbau, kambing, ayam, bebek

9. Penduduk : laki-laki : 1345 orang

Perempuan : 1405 orang

10. Jarak kelurahan : dengan ibu kota 285 KM

Dengan Propinsi 160 Km

Dengan Kabupaten 25 Km